Melonjaknya harga bahan makanan yang sangat signifikan membuat para pedangang menjadi sangat pelit dalam menyajikan makanan yang sehat dan memenuhi syarat layak jual dalam makanan. Banyak sekali pedangang yang memanfaatkan hal itu dengan cara yang tidak wajar bahkan bisa di bilang sadis karena sangat mengancam kesehatan para konsumennya.Sebagai salah satu contoh, pedagang yang banyak ditemui di sekolah-sekolah. Terlihat banyak sekali pedangang yang sedang menjajakan hasil olahannya yang belum tentu higinis, sehat, dan aman. Dan disini, peneliti banyak menjumpai beberapa makanan yang menarik perhatian untuk diketahui lebih lanjut bangaimana cara pembuatannya dan bahan apa saja yang digunakan.
Selasa ( 14/12 ) pukul 09.00 WIB. Di ujung gerbang di sebuah sekolah dasar terlihat sebuah gerobag kecil lengkap dengan sepeda usang dan pedagang yang terlihat trampil membentuk sebuah adonan gulali dengan tangan yang tanpa mengenakan sarung tangan plastik sebagai pencegah agar kuman tidak langsung bercampur dengan makanan yang dibuat. Penelitipun menghampiri pedangang tersebut dengan berpura-pura membeli dagangannya. Dengan sedikit berbasa-basi, beruntung peneliti dapat mengetahui bagaimana cara pembuatan gulali itu dari pedangan itu sendiri dengan alasan ingin belajar membuat. Peneliti mengikuti penjual gulali itu sampai pada sebuah kontrakan kecil disebuah desa Pajang kota Solo.
Siang hari pukul 14.00 WIB saat anak-anak sekolah sudah usai dengan aktifitas belajar mengajarnya, disaat inilah penjual gulali itu beraksi. Saat dia berbelanja, peneliti sengaja menghantarkannya pada sebuah toko kelontong. Terlihat Sardi ( nama samaran ) sedang membeli beberapa bungkus gula ukuran 1 kilogram dan satu bungkus tepung kanji. Usai dari toko kelontong tersebut, kita beranjak ke sebuah toko bahan makanan. Sesampainya di toko bahan makanan, Sardi (43) memesan beberapa siklamat atau pemanis buatan atau yang biasa di sebut dengan sakarin. Ternyata tak hanya sakarin yang Sardi pesan, dia juga memesan beberapa pasta rasa nanas dan jeruk dan juga memesan satu ikat tusuk sate untuk tangkai permen. Di dalam benak si peneliti, mungkin cukup itu saja yang dibeli. Tetapi saat ingin beranjak pulang untuk mengolah bahan-bahan yang akan dibuat adonan gulali tadi, tiba-tiba Sardi meminta tolong untuk menghantarkan ke daerah Pasar Gede untuk membeli sesuatu.
Sesampainya di sana, Sardi melarang peneliti untuk ikut masuk kedalam sebuah toko yang terlihat seperti toko yang menjual bahan-bahan bangunan seperti cat, tiner, dan bahan kimia lainnya. Terlihat disana bahwa Sardi sedang memesan suatu barang yang sepertinya sudah biasa ia pesan. Karena beberapa karyawan sudah tahu dengan kode yang Sardi tunjukan. Transaksi jual beli pun usai, datang Sardi menghampiri peneliti untuk melanjutkan perjalanan menuju kontrakan kecil.
15.30 WIB, tiba di kontrakan kecil yang pengap dan berdebu, tidak tertata dan terkesan acak-acakan. malah bisa dibilang itu hanya sebagai tempat persinggahan sementara dan malah dimanfaatkan sebagai tempat prostitusi oleh beberapa orang yang sebagian mengenal Sardi. Di dapur, tepatnya dibelakang rumah, terlihat sudah ada beberapa panci yang akan siap dipakai untuk memasak gulali itu. Prosesnya pun sangat jauh dari kesan ke higinisan suatu makanan. Dengan mencampur gula, dan tepung kanji dengan takaran alakadarnya, Sardi menggunakan entong yang juga sering digunakan untuk menguruk arang. Terlihat disitu sesuatu yang sangat tidak lazim untuk dikonsumsi apalagi disini sasarannya adalah anak-anak.
Tahap berikutnya, siklamat akan dicampurkan, terlihat satu bungkus yang netto nya 100 gram dicampurkan pada satu adonan tanpa takaran sedikitpun, siklamat tersebut langsung saja di campurkan dengan jumlah yang cukup banyak. Hampir separuh lebih siklamat yang dicampurkan dalam adonan. Proses selanjutnya, sebelum adonan mengental, adonan gulali “jahat” itupun dipisah menjadi dua bagian untuk diberikan pasta. Terlihat disini bahwa Sardi sangat telaten dalam menakar pasta. Setetes demi setetes dia campurkan kedalam adonan.
Sardi terlihat sangat sibuk sekali dalam meramu dagangannya itu. Tetapi saat sedang beralih peneliti yang mengaduk adonan gulali, terlihat Sardi mengeluarkan satu plastik kecil berwarna kuning dan merah. Kemudian benda itu dicampurkan dalam adonan yang akan dijajakan nanti. Kemudian peneliti bertanya keherannan untuk apa benda itu dan darimana mendapatkannya.Sardi pun menjawab, “ ini hanya sekedar syarat saja kok mbak. Agar warnanya lebih terang dan menarik. Tadi beli di toko dekat Pasar Gede. Satu bungkusnya hanya Rp.200 makanya saya beli banyak untuk persediaan. Ini kita campur sedikit saja agar tidak pahit rasanya.”
Terlihat jelas bahwa apa yang dicampurkan ke dalam adonan tersebut adalah bukan pewarna makanan, melainkan pewarna kain atau yang sering disebut dengan pewarna tekstil. Dengan mencampurkan warna kuning sebagai warna penggambaran adonan rasa nanas. Dan warna orange dari campuaran kuning dan merah sebagai penggambaran adonan rasa jeruk. Benar-benar jauh dari kesan sehat, higinis, dan aman. Bayangan tentang anak-anak yang gembira dan senang saat nanti membeli gulali buatan Sardi tiba-tiba menjadi hilang dan berubah menjadi anak-nak yang sakit, keracuan bahkan meregang nyawa karena zat yang tidak layak dikonsumsi tadi.
Rabu ( 29/12 ) peneliti melakukan observasi lebih lanjut untuk memastikan barang apa sajakah yang di beli oleh Sardi saat dia melarang peneliti untuk ikut masuk kedalam sebuah toko yang terlihat menjual bahan bangunan di mana Sardi membeli suatu barang yang menurut peneliti itu adalah pewarna tekstil yang dicampurkan kedalam adonan gulali tadi. Sesampainya di toko tersebut, peneliti memastikan untuk bertemu dengan karyawan yang sudah biasa melayani Sardi dalam transaksi jual beli.
Setelah peneliti berhasil bertatap muka langsung, peneliti kemudian mencoba untuk mencari informasi dari Mimin (27) ( nama samara ) karyawan yang sering melayani Sardi dalam melakukan transaksi jual beli pewarna tekstil tersebut. Awalnya peneliti hanya memesan beberapa pewarna tekstil dan bertanya berapa harganya. Setelah peneliti sudah mendapatkan barang tersebut, mulalilah peneliti bertanya kegunaan dari barang tersebut. Pada awalnya Mimin hanya menjawab bahwa itu hanya untuk pewarna pakaian yang sudah luntur yang masih bisa dipakai lagi. Setalah Mimin menjawab seperti itu, ada salah satu pembeli yang nampak sedang menunggu pesanan cat yang akan dibelinya berkata,
“ sekarang pewarna seperti itu ndak cuma buat warnain baju saja mbak, tapi banyak juga yang dipakai buat warnain makanan. Wong tetangga saya saja ada kok yang pakai pewarna kayak begituan buat bikin es” ujarnya sambil tertawa dengan muka sedikit serius menjelaskan.
Setelah Salman (49) ( nama samara ) beranjak pergi dari toko bangunan dengan membewa seember besar cat warna putih, lalu tanpa disadari, Mimin membenarkan bahwa ada sebagian orang yang memanfaatkan pewarna tekstil menjadi pewarna makanan dan di toko inilah mereka biasa membeli pewarna tekstil itu. Salah satunya adalah Sardi penjual gulali “jahat” tersebut.
· Dampak Penggunaan Bahan Kimia pada Makanan
Kamis ( 30/12 ) di RS Medika Mulya pavilion Kenanga kamar 11, terlihat seorang anak kecil sedang terkapar tak berdaya di tempat tidurnya yang banyak dikelilingi dengan selang-selang infuse dan juga tabung oksigen. Terlihat anak tersebut sedang melakukan checkup oleh perawat yang sedang memeriksanya saat itu. Kemudian penelitipun menghampiri pasien mungil yang bernama Salsa (7) untuk sedikit bertanya dan mengetahui bagaimana kondisinya. Saat ditanyai sudah sakit berapa hari dan karena apa dia bisa sakit seperti ini, dengan suara yang kecil dan lemah pun Salsa menjawab, “ udah 2 hari bobok sini mbak. Muntah – muntah, mencret dan mimisan gara – gara jajan es pocong, gulali, sama bakso ojek pas les di tempat e pak guru “
Dan saat itu juga ibu Salsa menambahi bahwa sekarang jajanan anak-anak sudah tidak ada yang aman. Banyak sekali terkandung zat-zat berbahaya seperti rhodamin B, boraks dan formalin. Sampai-sampai memakan korban seperti ini, ujar Hartini (45) sambil mengelus kening anaknya.
“ Awalnya dia hanya mengeluh pusing, gatal ditenggorokan dan mual mbak. Saya pikir itu hanya gejala masuk angin atau batuk. Tapi malamnya kok tiba-tiba badannya panas pakai mimisan, kejang, sesak nafas dan muntuhannya sedikit bercampur darah selain itu mengeluh kalau perutnya mulas. Tiba-tiba kok malah sambil muntah dia mencret juga. Tapi bukan berbentuk kotoran yang padat. Malah seperti air saja mbak keluarnya.” Kata Hartini menambahi
Setelah peneliti mengetahui damapk dan sebab dari sakit yang di derita oleh Salsa, peneliti pun mencari informasi lebih lanjut tentang dampak buruk dari zat berbahaya tersebut. Dokter spesialis anak, dr.Sri Rahayu (50) yang juga saat ini sedang menangani Salsa menerangkan tentang berbagai macam dampak yang ditimbulkan. Menurut dr.Sri Rahayu sakit yang sekarang di derita olah gadis mungil itu akibat penggunaan pemanis buatan berlebih atau penggunaan siklamat yang melampaui batas. Dampaknya pun sangat mengancam kesehatan. Contohnya seperti : sakit kepala/migraine, pusing, sakit persendian, mual, mati rasa, kejang otot, kegemukan, gatal-gatal, depresi, kelelahan, lekas marah, tachycardia ( peningkatan denyut jantung ), insomnia, kebutaan, ketulian, jantung berdebar, sesak nafas, kecemasan, gangguan berbicara, kehilangan indra pengecap, telinga berdengung, vertigo, dan lupa ingatan.
Walaupun kadang pemanis buatan atau “aspartame” sering digunakan untuk orang penderita diabetes, tetapi tetap saja berbahaya jika menggunakan dengan takaran dengan jumlah yang banyak.
“ Tak hanya Salsa saja yang opname ditempat ini dengan gejala serupa. Ada sekitar 5 anak yang mengalami keracunan akibat jajan sembarangan dan salah satunya tak bisa diselamatkan karena zat kimia berbahaya itu sudah terlalu lama mengendap didalam tubuh dan sudah tak bisa ditangani dengan medis “ terang dr.Sri Rahayu menambahkan.
Selain penggunaan bahan pemanis buatan secara berlebih yang sangat mengancam kesehatan, ada juga pewarna tekstil yang sangat berbahaya bagi kesahatan pula. Dampak yang ditimbulkan dari pewarna tekstil tersebut adalah sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi berupa iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran pencernaan dan bahaya kanker hati. Selain itu dampak jangka pendek yang dapat ditimbulkan dari penggunaan beberapa zat pewarna antara lain ruam kulit, hidung meler, asma, kulit lebam, shock dan juga berpotensi meningkatkan hiperaktivitas anak dan serangan asma. Tutur dr.Sri Rahayu saat diwawancarai usai pulang dari RS.Medika Mulya Wonogiri.
Sumber :
http://olvyonita.blogspot.com/2010/12/laporan-investigasi.html