1 1. Sejarah
jurnalistik di dunia dari jaman romawi :
Akta diurna :
Sejarah
Jurnalistik dimulai jaman Romawi Kuno, pada masa pemerintahan Julius Caesar (100-44 SM). Pada saat itu, terdapat acta
diurna yang memuat semua hasil sidang, peraturan baru,
keputusan-keputusan senat dan berbagai informasi penting yang ditempel di
sebuah pusat kota. “Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis majalah
dinding atau papan informasi sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik
pertama; pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia. Julius
Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.
Namun
sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada
permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung,
segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis yang
digantungkan di serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu merupakan
pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.
Saat
berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para
anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian pula berita
tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu
disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan atau
dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk
diketahui oleh umum.
Penemuan Kertas :
Sebelum
kertas ditemukan, orang kuno menggunakan beragam material untuk mencatat
sesuatu. Orang Mesir kuno menuliskan catatan di batang pohon, di piringan tanah
oleh orang Mesopotamia, di kulit domba oleh orang eropa dan yang lainnya.
Peradaban Mesir Kuno menyumbangkan papirus sebagai
media tulis menulis. Penggunaan papirus sebagai media tulis menulis ini
digunakan pada peradaban Mesir Kuno pada masa wangsa firaun kemudian menyebar
ke seluruh Timur Tengah sampai Romawi di Laut Tengah dan menyebar ke seantero
Eropa, meskipun penggunaan papirus masih dirasakan sangat mahal. Dari kata
papirus (papyrus) itulah dikenal sebagai paper dalam bahasa Inggris, papier
dalam bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Perancis misalnya atau papel dalam
bahasa Spanyol yang berarti kertas.
Kemudian
perkembangan kertas dimulai kembali dari Cina. Terinspirasi dari proses
penggulungan sutra, orang Cina kuno berhasil menemukan bahan seperti kertas
yang disebut ‘bo’ yang terbuat dari sutra. Namun produksi bo sangatlah mahal
karena kelangkaan bahan.
Pada awal
abad ke dua, pejabat pengadilan bernama Cai Lun berhasil menemukan kertas jenis
baru yang terbuat dari kulit kayu, kain, batang gandum dan yang lainnya. Kertas
jenis ini relatif murah, ringan, tipis, tahan lama dan lebih cocok untuk
digunakan dengan kuas. Penemuan ini akhirnya menyebar ke Jepang dan Korea
seiring menyebarnya bangsa-bangsa China ke timur dan berkembangnya peradaban di
kawasan itu meskipun pada awalnya cara pembuatan kertas merupakan hal yang
sangat rahasia.
Pada
akhirnya, teknik pembuatan kertas tersebut jatuh ke tangan orang-orang Arab
pada masa Abbasiyah terutama setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang dalam
Pertempuran Talas pada tahun 751 Masehi di mana para tawanan-tawanan perang
mengajarkan cara pembuatan kertas kepada orang-orang Arab sehingga pada zaman
Abbasiyah, muncullah pusat-pusat industri kertas baik di Bagdad maupun
Samarkand dan kota-kota industri lainnya, kemudian menyebar ke Italia dan
India, lalu Eropa khususnya setelah Perang Salib dan jatuhnya Grenada dari
bangsa Moor ke tangan orang-orang Spanyol, Pada abad ke 16, kertas mencapai
wilayah Amerika dan secara bertahap menyebar ke seluruh dunia.
Penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg :
Karya Johannes Gutenberg dalam mesin
cetak di mulai sekitar 1436 ketika dia sedang bekerja sama dengan Andreas
Dritzehan, seseorang yang pernah
dibimbing
oleh Gutenberg dalam pemotongan batu permata, dan Andreas Heilmann, pemilik
pabrik kertas. Tetapi rekor resmi itu baru muncul pada tahun 1439 ketika ada
gugatan hukum melawan Gutenberg; saksi-saksi yang ada membicarakan mengenai
cetakan Gutenberg, inventaris logam (termasuk timah), dan cetakan ketikannya.
Penerbitan koran pertama di Inggris dan Amerika :
Surat
kabar pertama kali dibuat di Amerika Serikat, dengan nama “Public Occurrenses
Both Foreign and Domestick” di tahun 1690. Surat kabar tersebut diusahakan oleh
Benjamin Harris, seorang berkebangsaan Inggris. Akan tetapi baru saja terbit
sekali, sudah dibredel. Bukan karena beritanya menentang pemerintah, tetapi
hanya karena dia tidak mempunyai izin terbit. Pihak kerajaan Inggris membuat
peraturan bahwa usaha penerbitan harus mempunyai izin terbit, di mana hal ini
didukung oleh pemerintah kolonial dan para pejabat agama. Mereka takut
mesin-mesin cetak tersebut akan menyebarkan berita-berita yang dapat menggeser
kekuasaan mereka kecuali bila usaha itu dikontrol ketat.
Kemudian
surat kabar mulai bermunculan setelah negara Amerika Serikat berdiri. Saat itu,
surat kabar itupun tidak sama seperti surat kabar yang kita miliki sekarang.
Saat itu surat kabar dikelola dalam abad kegelapan dalam jurnalisme. Sebab
surat kabar telah jatuh ke tangan partai politik yang saling bertentangan.
Tidak ada usaha sedikitpun untuk membuat berita secara objektif., kecuali untuk
menjatuhkan terhadap satu sama lainnya. Washington dan Jefferson dituduh
sebagai penjahat terbesar oleh koran-koran dari lawan partainya.
Presiden
John Adams membreidel koran ”The New Republik”. Selama koran tetap dikuasai
oleh para anggota partai politik saja, maka tidak banyak yang bisa diharapkan.
Kemudian
kecerahan tampaknya mulai menjelang dunia persurat kabaran. James Gordon
Bennet, seorang berkebangsaan Skotlandia melakukan revolusinisasi terhadap
bisnis surat kabar pada 1835. Setelah bekerja di beberapa surat kabar dari
Boston sampai Savannah akhirnya dia pun mendirikan surat kabar sendiri. Namanya
”New York Herald” dengan modal pinjaman sebesar 500 dollar. Percetakannya
dikerjakan di ruang bawah tanah di Wall Street dengan mesin cetak yang sudah
tuam dan semua pekerjaan reportase dilakukannya sendiri.
Koran besar
yang ketiga pun muncul di New York di tahun 1851, ketika Henry J. Raymond
mendirikan koran dengan nama “The New York Times”, atas bantuan mitra usahanya,
George Jones. Raymond-lah yang mempunyai gagasan untuk menerbitkan koran yang
non partisan kepada pemerintah maupun perusahaan bisnis.
Penerbitan Koran
di German
Johan
Carolus yang
berkebangsaan Jerman, mencetak surat kabar pertama, yaitu Relation aller Fürnemmen und gedenckwürdigen
Historien (Collection of all distinguished and commemorable news),
yang diterbitkan tahun 1605, di
Strasbourg, Alsace, Perancis. Bentuknya masih berupa pamflet, dan dikenal
dengan Petisi Carolus. Ditemukan
di data arsip Strasbourg Municipal pada tahun 1980, dan dapat dikatakan sebagai
awal dari terbitnya surat kabar. Petisi itu berisi kalimat, sebagai berikut :
Where as I have hit her to been in receipt
of the weekly news advice [handwritten news reports] and, in recompense for
some of the expenses incurred yearly, have informed yourselves every week
regarding an annual allowance; Since, however, the copying has been slow and
has necessarily taken much time, and since, moreover, I have recently purchased
at a high and costly price the former printing workshop of the late Thomas
Jobin and placed and installed the same in my house at no little expense,
albeit only for the sake of gaining time, and since for several weeks, and now
for the twelfth occasion, I have set, printed and published the said advice in
my printing workshop, likewise not without much effort, inasmuch as on each
occasion I have had to remove the formes from the presses …
Petisi ini kemudian dibuat secara
berkala. Surat kabar didefinisikan berdasarkan kriteria fungsi publisitas, berkelanjutan, terbit secara teratur, dan aktual. Surat kabar pertama
milik Carolus ini telah memenuhi definisi tersebut, serta diakui oleh asosiasi
surat kabar dunia, sebagai surat kabar yang pertama pada tahun 2005.
Surat kabar tertua di dunia yang hingga
saat ini masih terbit, adalah Post
- Och Inrikes Tidnigar, dari Swedia, yang terbit mulai tahun 1645.
Surat kabar yang terperinci adalah Journal An Sou de Nouvelle, yang
terbit di Perancis pada masa Napoleon
Bonaparte, abad ke-17, berisi tentang perjalanan tentara
Napoleon dari Paris menuju Napoli di Italia.
Penemuan Mesin Cetak di tahun 1506 :
Pada awalnya mesin ketik di ciptakan pada
tahun 1714 oleh Henry Mil, dalam berbagai bentuk. Meskipun begitu, Sholes lah
orang pertama yang menemukan dan berhasil secara komersial. Awalnya Sholes
memiliki tujuan untuk menciptakan sebuah mesin ketik untuk halaman buku,tiket
dan sebagainya. Untuk mewujudkan mimpinya tersebut, ia mulai bekerja pada
sebuah toko mesin kleinsteubers yang terletak di Milwaukee.
Sholes dan
seorang temannya yang bernama Samuel W. Soule telah mematenkan mesin penomoran
pada 13 November 1866. Mereka menunjukan mesin tersebut kepada seorang pengacara
sekaligus penemu amatir pada toko mesin danmempertanyakan tentang kemungkinan
mesin tersebut dibuat untuk dapat menghasilkan huruf atau kata,
Pertanyaan tersebut telah membuat Sholes
dan Soule menjadi terinspirasi untuk dapat mewujudkannya, pada tahun 1867
Sholes telah menemukan sebuah catatan pendek di Scientific American yang
menggambarkan prototype, yaitu sebuah mesin tik prototype yang diciptakan oleh
John Pratt. Berdasarkan catatan tersebut, Sholes telah memutuskan bahwa
pterotype tersebut terlalu kompleks serta dapat digunakan untuk membuat mesin
sendiri dengan mana yang diperoleh dari artikel mesin tik.
Dalam proyek pembuatan mesin ketik Soule
dan Glidden bergabung dengan Sholes dan mereka menyediakan dana untuk projek
tersebut. Mesin ketik Sholes,soule dan Glidden di patenkan pada 23 Juni 1886.
Mesin ketik tersebut telah menulis ratusan surat yang ditujukan ke berbagai
pihak, salah satunya adalah James Densmore yang berasal dari
Meadville,Pennsylvania.
Densmore telah meramalkan apabila mesin
ketik tersebut akan sangat menguntungkan dan memberikan penawaran untuk membeli
saham paten mesin ketik tersebut. Penawaran tersebut diterima oleh
ketiganya,mereka sepakat untuk menjual seperempat dari paten dengan imbalan
harus membayar semua biaya yang dikeluarkan selama ini. Densmore memeriksa
mesin tik pada tahun 1867 mendesak untuk melakukan perbaikan pada mesin ketik
tersebut. Hal tersebut membuat Soule dan Glidden meninggalkan projek tersbut
dan juga meninggalkan Sholes serta Densmore dalam kepemilikan tunggal hak paten
mesin ketik.
Sholes dan Densmore menyadari bila
stenograf menjadi bagian terpenting dari mesin ketik,maka perlu menentukan
posisi yang sesuai, sehingga mereka mengirim versi eksperimental kepada
beberapa stenograf. Yang di utamakan adalah James O. Clephane dari kota
Washington DC. James
adalah satu-satunya orang yang telah mencobanya, karena tidak ada orang lain
yang mau mencoba mesin tik mereka. Setelah di coba, Sholes membuat mesin tik
yang dapat menungguli mesin tik yang sebelumnya. Sholes disebut sebagai penemu
dari keyboard QWERTY dan mengatur tata letak mesin ketik keyboard yang di kenal
dengan sebutan QWERTY, karena memiliki enam kunci pertama memesan pada baris ke
tiga.
Semenjak penemuan QWERTY yang menjadi
lebih modern dengan layout bahasa Inggris komputer. Pada tahun 1872, modelnya
telah di sempurnakan sehingga Sholes menjual hak cipta untuk sebuah Perusahaan
Senjata Remington, sebesar $ 12.000 dan mesin yang pertama kali di pasarkan
sebagai Sholes & writer ketik Glidden. Pada tahun 1873 telah terjual
sebanyak 5.000 mesin, Sholes terus bekerja untuk memajukan perangkat.
Pulitzer Awards
Joseph
Pulitzer lahir tanggal 10 April 1847 di Makó, Hungaria. Awalnya ia meniti karir
sebagai seorang tentara di Kerajaan Austria. Namun tak lama setelahnya ia
diberhentikan karena masalah kesehatan. Pulitzer kemudian beremigrasi ke AS
pada 1884 dan menjadi anggota ketentaraan yang berdinas dalam Perang Sipil
Amerika (1861-1865).
Karir Jurnalis :
Usai perang ia menetap di St. Louis, Missouri dan bekerja sebagai
wartawan di sebuah koran harian berbahasa Jerman, Westliche Post.
Setelah itu ia bergabung dengan Partai Republik dan berhasil terpilih sebagai
anggota dewan di negara bagian Missouri pada 1869. Akan tetapi setelah gagal
mengusung Horace Greeley sebagai presiden AS pada pemilu masa itu, Partai
Republik mengalami kemunduran. Pulitzer pun loncat ke Partai Demokrat.
Pada 1872, Pulitzer membeli surat kabar Post seharga
USD 3.000 dan setahun kemudian ia menjual surat kabar itu dengan harga
berlipat. Pada 1879, ia membeli surat kabar St. Louis Dispatch dan St.
Louis Post yang kemudian digabungkannya menjadi satu dengan nama St.
Louis Post-Dispatch yang kemudian dirubah namanya lagi menjadi koran St.
Louis saja. Di masa inilah, Pulitzer meraih kesuksesan besar dan
berhasil mengumpulkan harta kekayaannya.
Tahun 1882, Pulitzer mengakuisisi surat kabar New York
World. Setelah dikelolanya, surat kabar yang semula telah mengalami defisit
USD 40.000 berubah total dengan meraup untung sejumlah USD 346.000 dalam
setahun. Hal ini bisa terjadi karena Pulitzer merombak habis-habisan arah
pemberitaan surat kabar tersebut. Pulitzer mengisi New York World dengan
sajian-sajian berita human-interest, skandal, gosip dan
berita-berita sensasional lainnya di mana pada masa itu gebrakan ini belum
dilakukan oleh media-media lain. Pada 1885, Pulitzer terpilih sebagai anggota
DPR AS (House of Representatives). Namun sayangnya beberapa bulan kemudian ia
mengundurkan diri.
Tahun 1887, Pulitzer merekrut seorang jurnalis terkenal AS masa
itu, Nellie Bly untuk memperkuat redaksi New York World. Sebelumnya di tahun
1895, surat kabar ini semakin menjulang popularitasnya karena untuk pertama
kali dalam sejarah pers menyajikan serial komik berwarna (komik The
Yellow Kid karya Richard F. Outcault). Oplah koran pun kian
menggelembung dari 15.000 menjadi 600.000 eksemplar per hari yang membuatnya
menjadi surat kabar terbesar AS pada masa itu.
Jurnalisme Kuning (Koran Kuning) :
Tahun 1895, surat kabar New York World mendapat
pesaing baru yaitu surat kabar New York Journal yang dimiliki
oleh William Randolph Hearst. Sejak tahun 1895 hingga 1898 terjadi persaingan
hebat antara surat kabarNew York World milik Pulitzer dan New
York Journal milik Hearst. Kedua media ini saling menabuh genderang
perang dengan menyajikan berita-berita bombastis, sensasional dan kontroversial
dengan tujuan utama peningkatan oplah. Persaingan sengit ini kemudian dikenal
dengan istilah jurnalisme/koran kuning. Istilah ini diberikan oleh kalangan
pers AS karena kedua koran tersebut sering menyajikan berita murahan untuk
mencari sensasi dan menarik minat pembaca. Selain itu, keduanya juga sama-sama
memuat serial komik The Yellow Kid(Bocah Kuning).
Akibat terlalu sering mempraktekkan jurnalisme kuning, Joseph
Pulitzer pernah diseret ke meja hijau atas tuduhan pencemaran nama baik
Presiden AS (waktu itu) Theodore Roosevelt dan pengusaha besar J. P. Morgan.
Pada tahun 1909, surat kabar New York World memberitakan adanya transaksi palsu
senilai USD 40 juta dolar dalam pembelian Terusan Panama yang melibatkan dua
orang penting tersebut. Beruntung dalam persidangan, hakim membebaskannya dari
segala tuduhan atas dasar kebebasan pers.
Sumbangsih pendidikan :
Tahun 1892, Joseph Pulitzer menawarkan uang sejumlah USD 2 juta ke
Universitas Columbia, AS untuk mendirikan sekolah jurnalis pertama. Awalnya,
tawaran itu ditolak pihak universitas karena menganggap Pulitzer mungkin punya
motif tertentu. Akan tetapi setelah terjadi pergantian pimpinan universitas,
barulah tawaran itu mulai dipertimbangkan. Namun pendirian sekolah jurnalisme
ini baru benar-benar direalisasikan pada tahun 1912 setelah Pulitzer mangkat.
Bagaimanapun, di saat menanti kepastian pendirian sekolah jurnalisme di
Universitas Columbia, Pulitzer telah berhasil mendirikan sekolah serupa di
Universitas Missouri.
Joseph Pulitzer meninggal tahun 1911 di atas kapal pesiar
peristirahatannya yang sedang berlabuh di Charleston, South Carolina. Ia kemudian
dimakamkan di Bronx, New York.
Penghargaan/Hadiah Pulitzer :
Acara
penganugerahan Pulitzer pertama kali digelar setahun setelah Joseph Pulitzer
meninggal yaitu pada tanggal 4 Juni 1917. Ini merupakan warisan terpenting
Pulitzer dalam dunia pers. Setiap tahun ada duapuluh satu jenis kategori
penghargaan yang diberikan. Di mana duapuluh orang/pihak pemenang berhak atas
uang sejumlah USD 10.000 dan sertifikat. Sedangkan pemenang utama mendapat
medali emas. Pemenang utama biasanya bukanlah individu melainkan sebuah
institusi pers (surat kabar).
Kategori Penghargaan :
Kategori-kategori yang masuk dalam penilaian penghargaan Pulitzer
adalah yang berkaitan dengan jurnalisme, seni dan kesusastraan. Sayangnya yang
berhak mengikuti kontes penghargaan Pulitzer hanya para insan pers yang
berkarir dalam media cetak terbitan AS.
Penghargaan Pulitzer dalam bidang jurnalisme antara lain: kategori
media pelayanan publik, peliputan beritabreaking news, peliputan
investigasi, peliputan eksplanatori (yang membutuhkan penguasaan bidang
tertentu), peliputan lokal, peliputan nasional, peliputan internasional,
penulisan berita fitur, penulisan editorial, kartun editorial, komentar,
kritik, fotografi fitur dan fotografi breaking news.
Sedangkan dalam bidang kesusastraan dan drama ada enam penghargaan
yaitu: Karya Fiksi, Drama, Sejarah, Biografi atau Otobiografi, Puisi,
Non-fiksi.
Untuk bidang musik ada satu penghargaan yaitu: karya musik asli
yang ditampilkan dan direkam pertama kali di AS.
Selain penghargaan-penghargaan di atas ada pula sejumlah
penghargaan khusus lainnya dan beasiswa bagi empat orang mahasiswa lulusan
terbaik sekolah jurnalisme.
Penulis-penulis terkenal yang pernah meraih Penghargaan Pulizer:
Margaret Mitchell, Saul Bellow, Ernest Hemingway, Eudora Welty,
Harper Lee, William Faulkner, Toni Morrison, Robert Frost, Roger Ebert,
Tennessee Williams, Arthur Miller, Stephen Sondheim, Margaret Leech, David
McCullough, Norman Mailer, John Updike, Booth Tarkington, dan Eugene O'Neill.
2.
Sejarah
Jurnalistik di Indonesia :
Di Indonesia, perkembangan kegiatan
jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun
menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang
Timoer, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java
Bode terbit.
Pada masa pendudukan Jepang
mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya
ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar
Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
3.
Perkembangan
pers di Indonesia pada jaman belanda :
Pada tahun
1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat berita- berita
resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di
Eropa. Sedangkan di Surabaya Soerabajash Advertentiebland terbit pada tahun
1835 yang kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en
Advertentiebland.
Di semarang terbit Semarangsche Advertentiebland dan
Semarangsche Courant. Di Padang surat kabar yang terbit adalah Soematra
courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makassar (Ujung Pandang)
terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland. Surat- surat kabar yang
terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebih
merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar
setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak
boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.
4.
Perkembangan
pers pada jaman jepang :
Ketika
Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesia
diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan
menghemat alat- alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang
dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun
diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima dan selanjutnya berada
dibawah pusat pemberitaan Jepang, yakni Domei.
Wartawan-wartawan
Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi
pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang.
Pada masa itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah
dan tentara Jepang.
5.
Perkembangan
pers pada jaman kemerdekaan :
Seperti juga
di belahan dunia lain, pers Indonesia diwarnai dengan aksi pembungkaman hingga
pembredelan. Haryadi Suadi mencatat, pemberedelan pertama sejak kemerdekaan
terjadi pada akhir 1940-an. Tercatat beberapa koran dari pihak Front Demokrasi
Rakyat (FDR) yang dianggap berhaluan kiri seperti Patriot, Buruh, dan Suara Ibu
Kota dibredel pemerintah. Sebaliknya, pihak FDR membalas dengan membungkam
koran Api Rakjat yang menyuarakan kepentingan Front Nasional. Sementara itu
pihak militer pun telah memberedel Suara Rakjat dengan alasan terlalu banyak
mengkritik pihaknya.
Pada tanggal
1 Oktober 1945 terbit Harian Merdeka sebagi hasil usaha kaum Buruh De Unie yang
berhasil menguasai percetakan. Pada saat revolusi fisik itu jurnalistik
Indonesia mempunyai fungsi yang khas. Hasil karya wartawan bukan lagi
bermanfaat bagi konsumsi pembaca di daerah pedalaman, tetapi juga berguna bagi
prajurit-prajurit dan laskar-laskar yang berjuang di Front. Berita yang dibuat
para wartawan bukan saja mengobarkan semangat berjuang membela kemerdekaan,
tetapi sekaligus sebagai alat pemukul terhadap hasutan-hasutan pihak Belanda
yang disiarkan melalui berbagai media massanya.
Pada tanggal
1 Januari 1950 berlakulah UUD RIS, tetapi pada tanggal 15 Agustus 1950 RIS
dibubarkan, dan Indonesia menjadi Republik Kesatuan dengan UUDS. Pada waktu itu
yakni waktu pengakuan kedaulatan sampai tahun 1959 yaitu munculnya doktrin
demokrasi terpimpin yang kemudian disusul dengan ajaran Manipol Usdek,
kebebasan pers banyak digunakan untuk saling mencaci-maki dan memfitnah lawan
politik dengan tujuan agar lawan politiknya itu jatuh namanya dalam pandangan
khalayak.
Antara tahun
1955 sampai 1958 dengan UU No. 23 tahun 1954 banyak surat kabar yang dibredel,
banyak pula wartawan yang ditangkap dan ditahan. Tanggal 1 Oktober 1958 dapat
dikatakan sebagai tanggal matinya kebebasan pers Indonesia. Sesudah Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959, pihak penguasa berturut-turut mengeluarkan
peraturan untuk lebih mengetatkan kebebasan terhadap pers. Persyaratan untuk
mendapatkan SIT diperkeras. Baru beberapa bulan peraturan itu berjalan,
kemudahan lahir peraturan baru yang lebih mempersempit ruang gerak para
wartawan yang hendak mengeluarkan pendapatnya dan pikirannya.
6.
Perkembangan
pers pada jaman Soekarno :
Pada awal 1960, penekanan pada
kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Penerangan Maladi bahwa
“langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah,
dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang mulai mengenakan
sanksi-sanksi perizinan terhadap pers. Demi kepentingan pemeliharaan ketertiban
umum dan ketenangan, penguasa perang mencabut izin terbit Harian Republik.
Memasuki
tahun 1964 kondisi kebebasan pers semakin memburuk: hal ini digambarkan oleh
E.C Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementrian
Penerbangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan yang
ada hampir-hampir tidak lebih daru sekedar perubahan sumber wewenang karena
sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
Berdasarkan
uraian di atas, tindakan – tidakan penekanan terhadap kemerdekaan pers oleh
penguasa Orde Lama bertambah bersamaan dengan meningkatnya ketegangan dalam
pemerintahan. Tindakan – tindakan penekanan terhadap kebebasan pers merosot
ketika ketegangan dalam pemerintahan menurun. Lebih-lebih setelah percetakan –
percetakan diambil alih oleh pemerintahan dan para wartawan diwajibkan untuk
berjanji mendukung politik pemerintahan, sehingga sangat sedikit pemerintahan
melakukan tindakan penekanan kepada pers.
Tindakan pembatasan terhadap
kemerdekaan pers selama tahun 1959 sama arahnya dengan tahun-tahun sebelumnys.
Dengan jumlah tindakan sebanyak 73 kali. Selama tahun 1960 terjadi tiga kali
pencabutan izin terbit, sedangkan pada tahun 1961 mencapai 13 kali. Rincian
tindakan penekanan atau tindakan antipers selama 14 tahun sejak Mei 1952 sampai
dengan Desember 1965, menurut catatan Edward C. Smith mencapai 561
tindakan.
7.
Perkembangan
pers pada jaman Soeharto :
Selama dua dasawarsa pertama Orde Baru, 1965–1985,
kebebasan jurnalistik di Indonesia, memang bisa disebut lebih banyak
bersinggungan dengan dimensi, unsur, nilai, dan roh ekonomi daripada dimensi
politik. Sebagai sarana ekonomi, pers dapat hidup dengan subur tetapi sebagai
wahana ekspresi, penyalur pendapat umum, pengemban fungsi kontrol sosial, pers
Indonesia dihadapkan pada berbagai pembatasan dan tekanan dari pihak penguasa
pusat dan daerah. Orde Baru sangat menyanjung ekonomi namun membenci politik.
Sepanjang 1980, fungsi pers masih mengalami penciutan, bersamaan dengan
pengetatan pengendalian oleh pemerintah terhadap kegiatan politik dalam
masyarakat. Fungsi utama pers sebagai komunikator informasi telah mengalami
kemunduran sehingga yang lebih menonjol adalah fungsinya yang lain sebagai sarana
hiburan. Pers mengalami kepincangan terutama dalam bidang pendidikan politik.
Kebebasan
jurnalistik, kebebasan pers, dalam dua dari tiga dasawarsa kekuasaan monolitik
Orde Baru, hanya lebih banyak memunculkan kisah sedih daripada kisah sukses
yang sejalan dengan amanat para pendiri bangsa seperti dinyatakan dengan tegas
dalam Pasal 28 UUD 1945. Disebut sebagai era pers tiarap Orde Baru. Hanya
dengan tiarap, dengan mengendap-endap pers kita diharapkan bisa tetap bertahan
hidup. Strategi inilah yang dipilih sebagian pers nasional untuk meloloskan
diri dari jebakan-jebakan kematian. Orde Baru pun akhirnya tumbang pada 21 Mei
1998, lahirlah kemudian apa yang disebut Orde Reformasi.
8.
Perkembangan
pers pada orde reformasi-sekarang :
Kebebasan
jurnalistik berubah secara drastis menjadi kemerdekaan jurnalistik. Terjadi
euforia di mana-mana kala itu.
Secara yuridis, UU Pokok Pers No 21/1982 pun diganti
dengan UU Pokok Pers No 40/1999. Dengan undang-undang baru dan pemerintahan
baru, siapa pun bisa menerbitkan dan mengelola pers. Siapa pun bisa menjadi
wartawan dan masuk organisasi pers mana pun. Hal ini ditegaskan pada Pasal 9
ayat (1) UU Pokok Pers No 40/1999, setiap warga negara Indonesia dan negara
berhak mendirikan perusahaan pers. Ditegaskan lagi pada ayat (2), setiap
perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Kewenangan
pers nasional itu sendiri sangat besar. Menurut Pasal 6 Pokok Pers No. 40/1999,
pers nasional melaksanakan peranan: (1) memenuhi hak masyarakat untuk
mengetahui, (2) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya
supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, (3)
mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan
benar, (4) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhdap hal-hal
yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan (5) memperjuangkan keadilan dan
kebenaran.
Source :